selamat datang di blok jambangan

.
.
SELAMAT DATANG DI BLOK JAMBANGAN
.
Surya dan Paul berhak menerima ucapan selamat datang di Blok Jambangan lebih awal dari yang lainnya, berhak menghirup udara segar dan menebar pandangan lega dan hijau setelah melewati api, abu dan asap savannah dan blok Oro-Oro Ombo. Seorang Surya, kita tau bahwa tidak hanya menikmati tetapi juga merencanakan dan memperkirakan segala sesuatu tentang tim ini. Seorang Surya memikirkan Ranu Kumbolo saat di Ranu Pane dan seterusnya, memikirkan keadaan tanpa makanan saat ransel kita seperti supermarket berjalan, memikirkan jumlah sleeping bag saat kita berkeringat menyelesaikan trek bonus dan segala tetek-bengek yang seakan akan menyesakkan napas dan memberatkan langkah - langkah kita. Apakah ada yang berpikir dan memikul seberat Surya ?
.
Ketika seorang Surya dengan berbagai keruwetan dan segudang rencana perjalanan melangkah pasti menyusuri hijau dan indahnya Jambangan, Sekuntum kembang metropolitan “Ulfa” cukup stabil melangkah dan memberikan senyuman untuk semua anggota tim. Apakah kuntum - kuntum di Blok Jambangan kurang meneduhkan kita ? Sehingga Ulfa harus menebar pesona saat dia sendiri lunglai dan perih. Jika harus jujur kita harus mengatakan bahwa seluruh hamparan kuntum dan warna - warni Jambangan tidak akan menyamai pesona, warna dan semerbak serta tegarnya Ulfa.
.
Fai, Rangga, Kiting dan Patua seakan-akan merupakan dua pasang penganten yang harus berjalan sedemikian rupa sehingga perjalanan yang harusnya hanya membutuhkan waktu dua jam setengah tersebut menjadi empat jam. Ketika enam anggota tim lainnya, entah mengapa harus begitu lama menikmati blok Jambangan atau hanya sekedar mematuhi perintah-
pikiran malas mereka masing - masing, sehingga takkala mereka sedang menyambung langkah, Surya dan Ulfa yang terlebih dahulu menghirup udara Kalimati harus cepat - cepat menyimpan rasa lelah dan lega mereka dan beusaha mendirikan tenda dikawasa pinggiran hutan pinus yang hanya berjarak beberapa puluh meter dari shelter kayu TN BTS kawasan Kalimati.
.
Ketika nafas terasa sesak, ketika betis terasa panas, ketika punggung mulai lecet dan pandangan mulai redup tertutup keringat, kala itulah akan terlihat tabiat kita yang sesungguhnya. Setiap kita yang hampir setiap harinya seperti parasit, yang segalanya harus bergantung kepada kemudahan sarana, kemewahan, kesenangan dan segala hal yang nyata - nyata membuat kita manja dan lupa-diri, dan sangat tepat jika kita disebut “parasit”.
Disini antara deru angin dan suhu yang membekukan, diantara nafas-nafas cengeng dan kesombongan, diantara langkah – langkah lunglai dan beban di punggung, diantara mahakarya dan kodrat kita, disinilah saatnya kita bercermin melihat kita yang sebenarnya. Apakah kita memang aku yang sombong itu ?
.
~
.
.